BAB 10
AGAMA DAN MASYARAKAT
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang
telah melimpahkan kesehatan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah.
Shalawat serta salam tidak lupa saya limpahkan kepada baginda alam Nabi
Muhammad SAW.
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar dengan judul “Agama dan Masyatrakat”
Makalah ini menjelaskan tentang berbagai agama
dan fungsinya dalam masyarakat indonesia. Meskipun banyak hambatan yang
kami dapatkan, tidak menjadi penghalang dalam penyusunan makalah ini.
Kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Semoga makalah
ini bermanfaat, khususnya bagi mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Ilmu Budaya
Dasar dan umumnya bagi masyarakat.
Jakarta, 1 Januari 2015
Annnisa Rizkita
DAFTAR ISI
Kata
pengantar.......................................................................................................1
Daftar
isi.................................................................................................................2
Pendahuluan..........................................................................................................3
Fungsi
agama.........................................................................................................4
Pelembagaan agama
............................................................................................5
Agama, konflik, dan
masyarakat...........................................................................5
Contoh
kasus..........................................................................................................7
Daftar pustaka........................................................................................................8
PENDAHULUAN
Agama
memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk
berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis
dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa
nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila
potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui
pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan
hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau
implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam
arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus
dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila
nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan
mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu
karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan
hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
AGAMA DAN MASYARAKAT
1. FUNGSI AGAMA
1. Agama memberikan ketenangan jiwa:
Kehidupan manusia tidak pasti. Dia berjuang untuk kelangsungan hidupnya di
tengah-tengah, ketidakamanan ketidakpastian dan bahaya, Beberapa-kali ia merasa
tidak berdaya. Ini adalah agama yang menghibur dan mendorong dia di sepanjang
waktu seperti krisis. Agama memberikan penampungan yang tepat baginya. Dia
mendapat kedamaian mental dan dukungan emosional. Ini mendorong dia untuk
menghadapi hidup dan masalah.
2. Ini menanamkan kebajikan sosial:
Agama mempromosikan kebajikan sosial utama seperti kebenaran,, kekerasan
non-kejujuran, layanan, cinta, disiplin dll pengikut agama-agama
menginternalisasi kebajikan dan menjadi warga disiplin masyarakat.
3. Agama mempromosikan solidaritas sosial:
Agama menimbulkan semangat persaudaraan. Durkheim dilihat bahwa agama
memperkuat solidaritas sosial. AW Geen juga menunjukkan bahwa agama memiliki
integrasi sangat memverifikasi dan kekuatan dalam masyarakat manusia. Memang
benar bahwa kepercayaan umum, sentimen umum, ibadah umum, partisipasi dalam
ritual umum dll merupakan faktor penyemenan signifikan yang memperkuat
persatuan dan solidaritas.
4. Agama mengubah kualitas hewan untuk kualitas manusia:
Agama menanamkan semangat self-service. Ini menuntut bahwa orang harus amal dan
murah hati. Melalui pengalaman beragama dia lupa kehidupan duniawi dan masalah.
Pengalaman ini menekan keinginan hewan dan mengubah kualitas hewan manusia
untuk kualitas manusia.
5. Agama adalah agen sosialisasi dan kontrol sosial:
Parsons dilihat bahwa agama merupakan salah satu agen yang paling penting dari
sosialisasi dan kontrol sosial. Ia memiliki peran penting dalam
mengorganisasikan dan mengarahkan kehidupan sosial. Ini membantu dalam
melestarikan norma-norma sosial dan memperkuat kontrol sosial. Ini
mensosialisasikan dirinya individu dan latihan kontrol atas individu dan
kelompok dalam berbagai cara. Sebagai sarana informal, agama mengatur aktivitas
warga dengan caranya sendiri. Organisasi seperti candi, masjid, gereja,
gurudwara dll juga mengontrol perilaku individu-individu di tingkat yang
berbeda.
6. Agama mempromosikan kesejahteraan:
Agama mengajarkan kepada orang-orang untuk melayani massa dan mempromosikan
kesejahteraan mereka. Ini memberi pesan bahwa "pelayanan kepada umat
manusia adalah pelayanan kepada Tuhan". Untuk alasan ini, orang
menghabiskan uang untuk memberi makan fakir miskin. Agama-agama besar seperti
Hindu, Islam, dan Kristen dll menekankan pada tujuan-memberi kepada orang
miskin dan pengemis. Ini pengembang sikap filantropi rakyat dan dengan demikian
menyuntikkan gagasan saling membantu dan kerjasama. Dengan pengaruh keyakinan
agama organisasi keagamaan yang berbeda melibatkan diri dalam kegiatan
kesejahteraan berbagai.
7. Agama memberikan rekreasi:
Agama memainkan peran menawan dalam memberikan rekreasi kepada masyarakat.
Ritual keagamaan dan festival yang lebih atau kurang dilakukan dalam setiap
agama yang memberikan bantuan kepada orang-orang dari tekanan mental. Demikian
pula ceramah agama, bhajan, kirtans, konser musik diikuti oleh ucapan dll himne
memberikan kesenangan lebih banyak kepada masyarakat dan menyediakan rekreasi
yang kekal.
8. Agama mempengaruhi ekonomi:
Sosiolog seperti Sombart dan Max Weber benar mendirikan hubungan agama dengan
sistem ekonomi. Weber mengamati pengaruh etika Protestan dalam perkembangan
kapitalisme. Sombart menemukan semangat kapitalisme dalam norma-norma Yahudi.
Untuk prinsip-prinsip agama yang berbeda hadir dalam kekristenan, kapitalisme
tumbuh di negara-negara Protestan tapi tidak di negara seperti India, Pakistan
dll
9. Agama mempengaruhi sistem politik:
Agama telah memainkan peran penting dalam sistem politik di masyarakat kuno dan
medis. Bahkan di zaman modern di banyak negara di dunia agama secara langsung
dan tidak langsung juga mempengaruhi kegiatan politik. Selama periode kuno dan
abad pertengahan, raja yang memperlakukan diri mereka sebagai wakil Tuhan atau
memerintah masyarakat atas nama Allah. Bahkan saat ini, para pemimpin politik
mengambil sumpah atas nama Allah. Sistem politik negara-negara dunia seperti
Bhutan, Pakistan, Italia, Jerman, Inggris dll dipengaruhi oleh agama.
10 Agama Memperkuat Percaya diri:
Agama adalah cara yang efektif untuk memperkuat kepercayaan diri. 'Menghasilkan
ditakdirkan' Ada keyakinan tertentu seperti 'kerja adalah ibadah', 'tugas
ilahi', dll yang ditemukan dalam berbagai agama memberi kekuatan untuk individu
dan mempromosikan kepercayaan diri.
Dimensi komitmen agama
a. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa
orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan
mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
b. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja
dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.
Ini menyangkut, pertama, ritual, yaitu berkaitan dengan seperangkat upacara
keagamaan, perbuatan religius formal, dan perbuatan mulia. Kedua, berbakti
tidak bersifat formal dan tidak bersifat publik serta relatif spontan.
c. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua
agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada
suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang
realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat, dengan suatu perantara
yang supernatural
d. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan,
bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang
ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan
tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan
tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
2. PELEMBAGA AGAMA DENGAN MASYARAKAT
Agama sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila
tidak memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus
diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada,
unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.
Dimensi ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman,
dan pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi-dimensi ini
dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis, tapi hubungan antara empat
dimensi itu tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
Pelembagaan Agama di Indonesia yang mengurusi agamanya
1. Islam : MUI
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang
mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing,
membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia
berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli
1975 di Jakarta, Indonesia.
2. a. Kristen : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI)
PGI (dulu disebut Dewan Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei
1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia
untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah.
Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan
Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
b. Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja
Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang
persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin umat Katolik Indonesia.
Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi
para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI
daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih
aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi
yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI berjumlah 36 orang,
sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang
uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup)
3. Hindu : persada
Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat
Hindu Indonesia.
4. Budha : MBI
Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia. Majelis
ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE tanggal 4
Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa
Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai
oleh Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
5. Konghucu : MATAKIN
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah
organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi
ini didirikan pada tahun 1955.
Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di
Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan
dengan kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita
ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama
Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu
itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum
Masehi telah dijadikan Agama Negara .
3. AGAMA, KONFLIK DAN MASYARAKAT
Dalam perjalannya sejarah, sejak kepercayaan animisme dan dinamisme sampai
monotheisme menjadi agama yang paling banyak dianut di muka bumi ini agama
hampir selalu menciptakan perpecahan. Sebagai contoh, dalam agama India,
khususnya Hindu-Budha, agama yang dibawa Sidharta Gautama ini merupakan rekasi
dari ekses negative yang di bawa oleh agama Hindu. Walaupun agama Budha
disebarkan dengan damai namun dapat dengan jelas terlihat bahwa masalah
pembagian kasta dalam bingkai caturvarna menjadi masalah utama. Pada awalnya
memang pembagian kasta ini merupakan spesialisasi pekerjaan, ada yang menjadi
pemimpin agama, penguasa dan prajurit, dan rakyat biasa. Namun, dalam
perjalannya terjadi penghisapan terutama dari pemimpin agama, prajurit, dan
penguasa terhadap rakyat jelata. Implementasi yang salah dari caturvarna inilah
yang diprotes dengan halus oleh Budha yang pada awalnya tidak menyebut diri
mereka sebagai agama, tetapi berfungsi menebarkan cinta kasih terhadap sesama
mahluk hidup, bukan saja manusia, tetapi juga hewan, dan tumbuhan. Sebagai
reaksi dari meluasnya pengaruh Budha, Otoritas Hindu kemudian mengadakan
pembersihan terhadap pengaruh Budha ini. Namun demikian, karena ajaran Budha
lebih bersifat egaliter, usaha otoritas hindu ini menemui jalan buntu, bahkan
agama Bundha sendiri dapat berkembang jauh lebih pesat dari pada agama Hindu,
dan mendapat banyak pemeluk di Negara Tiongkok di kemudian hari.
Selain itu unsur konflik yang terbesar terjadi pula pada pengikut agama
terbesar di dunia yaitu Abraham Religions, atau agama yang diturungkan oleh
Abraham, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam. Tulisan ini hanya membatasi pada
penggambaran konflik di antara ketiga agama tersebut, bukan pada konflik intern
dalam masing-masing agama tersebut. Inti dari agama-agama Abraham ini adalah
akan datang nabi terakhir yang akan menyelamatkan dunia ini. Hal yang menjadi
masalah utama adalah tidak ada kesepakatan diantara ketiga agama tersebut
tentang siapa nabi yang akan datang tersebut. Pihak Yahudi menyatakan belum
datang nabi terakhir itu, sedangkan pihak Nasrani mengatakan Nabi Isa (Yesus
Kristus) adalah nabi terakhir, lalu Islam mengklaim Nabi Muhhamad sebagai nabi
terakhir. Keadaan ini kemudian semakin diperparah ketika tidak ada pengakuan
dari masing-masing agam yang masih bersaudara tersebut. Ketika berbagai unsure
non-theologis, khususnya politik, ekonomi, dan budaya, menyusup ke dalam
masalah ini, konflik memang tidak dapat dielakkan.
Berbagai konflik diantara agama-agama dipaparkan secara khusus:
1. konflik antara Yahudi dan Nasrani. Walaupun sumber konflik ini
didasarkan atas kitab suci namun justru unsur dogmatis agama ini sangat
mendukung pengambaran konflik yang terjadi. Menurut versi Yahudi, Nasrani
adalah agama yang sesat karena menganggap Yesus sebagai mesias (juru selamat).
Dalam pandangan Yahudi sendiri Yesus adalah penista agama yang paling berbahaya
karena menganggap dirinya adalah anak Allah, sampai akhirnya otoritas Yahudi
sendiri menghukum mati Yesus dengan cara disalibkan, sebuah jenis hukuman bagi
penjahat kelas kakap pada waktu itu. Sedangkan menurut pandangan Kristen, umat
Yahudi adalah umat pilihan Allah yang justru menghianati Allah itu sendiri.
Untuk itu Yesus datang ke dunia demi menyelamatkan umat tersebut dari murka
Allah. Dalam beberapa kesempatan, misalnya, ketika Yesus mengamuk di bait Allah
karena dipakai sebagai tempat berjualan, atau dalam kasus lain yaitu penolakan
orang Israel terhadap ajaran Yesus.
2. konflik Islam-Kristen. Konflik ini pada awalnya diilhami oleh kepercayaan
bahwa Islam memandang Nasrani sebagai agama kafir karena mempercayai Yesus
sebagai anak Allah, padahal dalam ajaran Islam Nabi Isa (Yesus) merupakan nabi
biasa yang pamornya kalah dari nabi utama mereka Muhammad S.A.W. Konflik ini
pada awalnya hanya pada tataran kepercayaan saja, namun ketika unsur politis,
ekonomi, dan budaya masuk, maka konflik yang bermuara pada pecahnya Perang
Salib selama beberapa abad menegaskan rivalitas Islam-Kristen sampai sekarang.
Konflik itu sendiri muncul ketika Agama Kristen dan Islam mencapai puncak
kejayaannya berusaha menunjukkan dominasinya. Ketika itu Islam yang berusaha
meluaskan pengaruhnya ke Eropa, mendapat tantangan dari Nasrani yang terlebih
dahulu ada dan telah mapan. Puncak pertempuran itu sebenarnya terjadi ketika
perebutan Kota Suci Jerusalem yang akhirnya dimenangkan tentara salib. Sebagai
balasan, Islam kemudian berhasil merebut Konstatinopel yang merupakan poros
dagang Eropa-Asia pada saat itu.
4. 3. konflik antara Yahudi-Islam yang masih hangat dalam
ingatan kita. Konflik ini berawal dari kepercayaan orang Yahudi akan tanah yang
dijanjikan Allah kepada mereka yang dipercayai terletak di daerah Israel,
termasuk Yerusalem, sekarang. Pasca perbudakan Mesir, ketika orang Yahudi
melakukan eksodus ke Mesir namun kemudian malah diperbudak sampai akhirnya diselamatkan
oleh Musa, orang Yahudi kemudian kembali ke tanah mereka yang lama, yaitu
Israel. Akan tetapi, pada saat itu orang Arab telah bermukim di daerah itu.
Didasarkan atas kepercayaan itu, kemudian orang Yahudi mulai mengusir Orang
Arab yang beragama Islam itu. Inilah sebenarnya yang menjadi akar konflik
Israel dan Palestina dalam rangka memperebutkan Jerusalem. Konflik ini semakin
panas ketika unsure politis mulai masuk.
CONTOH KASUS
Masih ingatkah Anda pada kasus korupsi
mengenai pengadaan Al-Quran dan laboratorium Madrasah Tsanawiyahdi di dalam
tubuh Kementrian Agama ? Kemudian kasus korupsi terkait dana penyelenggaraan
haji ? Terbaru, kasus korupsi daging sapi yang ternyata para dalangnya
merupakan petinggi sebuah partai yang bernafaskan agama ?
Dilihat dari contoh kasus korupsi yang
terjadi di Indonesia di atas saya menarik sebuah kesimpulan yang cukup
mengherankan. Para dalang beberapa kasus korupsi tersebut memakai agama sebagai
tameng mereka dalam melancarkan aksi-aksinya. Dibalik sebuah embel-embel
berwujud nilai-nilai moral yang suci, mereka mulai mengkrikiti dana
negara demi kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Sungguh mengejutkan memang, mereka yang
terpilih merepresentasikan masyarakat justru menyengsarakan rakyatnya sendiri.
Terlebih, mereka para pelaku korupsi, melucuti nilai-nilai kemanusiaan dengan
menggunakan sebuah topeng ketabuan agama sebagai alat pelindungnya. Hal ini
merupakan kisah yang pilu bagi suatu negara yang mengamalkan nilai agama
sebagai salah satu unsur ideologinya.
Masyarakat meletakkan kepercayaan begitu
tinggi pada institusi yang menjadikan agama sebagai judul utamanya. Masyarakat
berasumsi, bahwa nilai kesakralan yang dipikul oleh setiap institusi berjudul
agama, membuat para tokoh di dalamnya akan bertindak sesuai dan sejalan dengan
ajaran utama agama yang universal. Yaitu setiap pemeluk agama diwajibkan untuk
mengatur dan menciptakan kesejahteraan bersama setiap warga. Sebagian besar
masyarakat percaya bahwa tidak ada seorangpun, terutama para petinggi negeri,
yang berani melanggar setiap nilai agama yang begitu sakral. Sayangnya, fakta
empiris berkata lain. Ternyata para koruptor justru berlindung di bawah ketiak
agama.
Hal tersebut, antara lain disebabkan oleh
pola pikir sebagian besar masyarakat yang belum terbuka. Mereka terlalu
menganggap agama sebagai sebual hal yang sangat tabu, tidak pantas untuk
dibongkar dan dibedah secara empiris. Termasuk menyelidiki perilaku para
pegiatnya yang mendapat predikat “manusia baik”. Mereka tidak berani menerobos
ruang-ruang yang berada di balik tabir sebuah ajaran. Juga, terlalu
melegitimasikan sebuah kesucian yang begitu tinggi kepada sebuah doktrin yang
sebenarnya belum sempurna. Hal ini menyebabkan sebagian besar masyarakat
terlalu mudah ditundukan dan dikecohkan dengan menggunakan interpretasi
subjektif seseorang atau kelompok mengenai pemahaman ajaran agama.
Tentu, jelas bukan salah ajaran-ajaran yang
terkandung dalam setiap nilai agama tersebut. Namun, hal ini merupakan
kesalahan utama dari oknum-oknum kotor yang menjadi tersangka utama di balik
setiap kasus korupsi yang terjadi. Merekalah yang terlalu pantas disalahkan dan
dihukum.
Dampaknya, bukan saja negara yang merugi
secara keuangan dalam hitungan angka rupiah, ada dampak lain yang lebih genting
dari pada itu. Pertama, masyarakat awam yang “tertipu” sudah tentu merasakan
kekecewaan yang begitu besar. Sehingga hal tersebut akan terus melanggengkan
eksistensi sebuah distorsi dalam hubungan antara masyarakat dengan
negara–pemerintah. Kemudian dari langgengnya distorsi dalam hubungan keduanya,
menjalar hingga mengganggu stabilitas negara. Kedua, sekaligus yang cukup
berbahaya adalah rusaknya citra agama di masyarakat. Secara tidak langsung,
nama sebuah agama akan terkena imbasnya. Agama diperkosa habis-habisan oleh
para koruptor. Mereka merenggut kesucian ajaran moral yang universal dari
agama.
Solusinya, tetaplah berpikiran terbuka akan
setiap hal, terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut akan sebuah
ketabuan. Jangan terlalu mudah percaya dan mengonsumsinya mentah-metah akan
setiap kejadian yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Karena akan selalu
ada kepentingan dan keberpihakan di balik setiap kejadian. Demi mewujudkan
ambisi akan kepentingannya, setiap orang akan selalu menggunakan alat apapun
untuk merengkuh keinginannya. Tak terkecuali agama.
DAFTAR PUSTAKA