Nama : Annisa Rizkita
NPM : 11214402
Kelas : 3EA30
1.
DEFINISI ETIKA
Menurut Ahli:
No.
|
Nama
|
Tahun
|
Keterangan
|
1
|
Kamus Besar Bahasa Indonesia
|
1998
|
·
Ilmu tentang apa yang baik dan yang
buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
·
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak.
·
Nilai mengenai benar dan salah yang
dianut masyarakat.
|
2
|
Hamzah
Yacub
|
2004
|
Pengertian
Etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dan
memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran.
|
3
|
Dr. James
J. Spillane SJ
|
1971
|
Etika
memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan
keputusan moral. Etika mengarah atau menghubungkan penggunaan akal budi
individual dengan objektivitas untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan
tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
|
4
|
Asmaran
|
1992
|
Pengertian
Etika adalah studi mengenai tingkah laku manusia, tidak hanya menentukan
kebenaran-kebenarannya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat
atau kebaikan dari seluruh tingkah laku manusia.
|
5
|
WJS.
Poerwadarminta
|
1953
|
Pengertian
Etika, Etika adalah ilmu pengetahuan mengenai asas-asas akhlak (moral).
|
6
|
Soergarda
Poerbakawatja
|
2000
|
Etika
ialah filsafat mengenai nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk, kecuali
etika mempelajari nilai-nilai, ia juga merupakan pengetahuan mengenai
nilai-nilai itu sendiri.
|
7
|
Drs. O.P.
Simorangkir
|
1993
|
Etika
dapat diartikan sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran
dan nilai baik.
|
8
|
Drs. H.
Burhanudin
|
1993
|
Etika
merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma yang
menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
|
9
|
Drs. Sidi
Gajabla
|
1993
|
Etika
sebagai teori tentang tingkah laku, perbuatan manusia dipandang dari segi
baik dan buruk sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
|
10
|
Ahmad Amin
|
1977
|
Etika
memiki arti ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik atau buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan
yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan dan menunjukkan jalan untuk
melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia.
|
11
|
Maryani
& Ludigdo
|
2006
|
Etika
merupakan seperangkat aturan, norma atau pedoman yang mengatur perilaku
manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut
oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi.
|
Menurut saya, etika adalah suatu ilmu
yang mempelajari tingkah laku manusia entah itu baik atau buruk, dimana masih
dalam pola pikir manusia tanpa melanggar hukum dan adat istiadat yang ada.
2.
Teori etika
Berikut adalah teori etika menurut para
ahli:
1.
Teori Utilitarianisme
Menurut
Bertens (2000 : 66) teori utilitarianisme adalah suatu tindakan dapat
dikatan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat,
atau dengan istilah yang sangat terkenal “the greatest happiness of the
greatest numbers”. Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis,
kemudian menjadi kata Inggris utility yang berarti bermanfaat.
Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa
yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan
individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang
banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat).
Paham
utilitarianisme dapat dirngkas sebagai berikut :
·
Tindakan harus dinilai benar atau salah
hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan atau hasilnya).
·
Dalam mengukur akibat dari suatu
tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau
jumlah ketidakbahagiaan.
·
Kesejahteraan setiap orang sama
pentingnya
2.
Teori Hedonisme dan Egoisme
Menurut
buku “Filsafat Moral”, Hedonisme merupakan salah satu teori etika yang paling
tua, paling sederhana, paling kebenda-bendaan, dan dari abad ke abad selalu
kita temukan. Untuk aliran ini, kesenangan (kenikmatan) adalah tujuan akhir
hidup dan yang baik yang tertinggi. Kaum hedonis modern memilih kata
kebahagiaan untuk kesenangan. Dalam kamus Collins Gem
(1993) hedonisme adalah doktrin yang menyatakan bahwa kesenangan
adalah hal yang paling penting dalam hidup.
Hedonisme
adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi
adalah tujuan utama hidup. Jadi menurut saya para penganut hedonisme ini adalah
orang-orang yang menganggap bersenang-senang dan pesta-pora merupakan tujuan
utama hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka
beranggapan hidup ini hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin menikmati
hidup senikmat-nikmatnya. di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup
dijalani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas.
Sedangkan Egoisme merupakan
motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya
menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu
tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang
dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah
"egois". Dia tidak peduli apa dampak yang orang lain rasakan dari apa
yang telah ia lakukan. Yang terpenting adalah kebahagiannya sendiri
3.
Teori Deontologi
Menurut
Immanuel Kant (1724-1804) bahwa kewajiban itu sendiri, bukan karena keinginan
untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga karena kewajiban moral itu di
perintahkan oleh tuhan.
Menurut
seorang filsufat Inggris abad ke-20, William David Ross (1877-1971) bahwa
kewajiban itu selalu merupakan keawajiban prima facie (pada pandangan
pertama) artinya suatu kewajiban untuk sementara, dan hanya berlaku sampai
timbul kewajiban lebih penting lagi yang mengalahkan kewajiban pertama tadi.
4.
Teori Hak
Menurut
Bertens (2000:72) dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini
adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik
buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Hak didasarkan atas martabat
manusia dan martabat semua manusia itu sama. Maka, teori hak pun cocok
diterapkan dengan suasana demokratis. Dalam arti, semua manusia dari berbagai
lapisan kehidupan harus mendapat perlakuan yang sama. Seperti yang
diungkapkan Immanuel Kant, bahwa manusia meruapakan suatu tujuan pada
dirirnya (an end in itself). Karena itu manusia harus selalu dihormati
sebagai suatu tujuan sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan semata-mata
sebagai sarana demi tercapainya suatu tujuan lain. . Teori hak sebenarnya
didsarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat dan semua manusia
mempunyai martabat yang sama.
5.
Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Teori
keutamaan menurut Bertens (2000:73) bahwa teori keutamaan tidak menanyakan
tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak
lagi mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai
sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut
sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia
hina.
Keutamaan
bisa didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan
memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Mereka yang selalu
melakukan tingkah laku buruk secara moral disebut manusia hina. Contoh sifat
keutamaan, antara lain: kebijaksanaan merupakan suatu keutamaan yang membuat
seseorang mengambil keputusan tepat dalam setiap situasi. Keadilan adalah
keutamaan lain yang membuat seseorang selalu memberikan kepada sesama apa yang
menjadi haknya. Kerendahan hati adalah keutamaan yang membuat seseorang tidak
menonjolkan diri, sekalipun situasi mengizinkan. Hidup yang baik adalah hidup
menurut keutamaan (virtuous life).Sedangkan untuk pelaku bisnis, sifat
utama yang perlu dimiliki antara lain: Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan
pertama dan paling penting yang harus dimiliki pelaku bisnis. Kejujuran
menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran.
Kewajaran (fairness) adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar
kepada semua orang dan dengan “wajar” dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh
semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi. Insider trading adalah
contoh mengenai cara berbisnis yang tidak fair. Kepercayaan (trust) juga
merupakan keutamaan yang penting dalan konteks bisnis. Kepercayaan harus
ditempatkan dalam relasi timbal balik. Keuletan dalam berbisnis sangat
diperlukan karena dalam berbisnis semua harus dilakukan dan di imbangin.
6. Etika
Teleologi
Menurut DR. A. Sonny Keraf (1998:23)
yaitu mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai
dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan
itu. Misalnya, mencuri bagi etika teleologi tidak dinilai baik atau buruk
berdasarkan baik buruknya tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan
akibat dari tindakan itu.
3.
Jurnal mengenai Etika
4.
Kesimpulan:
1. Secara
parsial Dimensi praktik agama (syari’ah/ritual) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap etika berbisnis pada RM. Padang di Kota Malang.
2.
Secara parsial dimensi keyakinan
(akidah/ideologi) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap etika berbisnis
pada RM. Padang di Kota Malang.
3.
Secara parsial dimensi pengetahuan
(ilmu/intelektual berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap etika berbisnis
pada RM. Padang di Kota Malang.
4.
Secara parsial dimensi pengamalan (akhlaq/konsekuensial)
berpengaruh berpengaruh positif dan signifikan terhadap etika berbisnis pada
RM. Padang di Kota Malang?
5. Secara simultan dimensi praktik agama
(syari’ah/ritual), dimensi keyakinan (akidah/ideologi), dimensi pengetahuan (ilmu/intelektual),
dan dimensi pengamalan (akhlaq/konsekuensial) berpengaruh berpengaruh positif
dan signifikan terhadap etika berbisnis pada RM. Padang di Kota Malang.
6.
Dimensi pengamalan (akhlaq/konsekuensial)
dari religiusitas yang paling berpengaruh secara dominan terhadap etika berbisnis
pada RM. Padang di Kota Malang.
5.
Daftar Pustaka:
Bertens, K. 2000. Pengantar Etika
Bisnis. Yogyakarta : Kanisius
Bertens, K.2005. Etika. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka
DR. A. Sonny Keraf. 1998. Etika Bisnis.
Yogyakarta : Kanisius
Fauzan. 2013. “Pengaruh Religiusitas
Terhadap Etika Berbisnis (Studi pada RM. Padang di Kota Malang)”. Jurnal
Manajamen dan Kewirausahaan, VOL.15, NO. 1, Maret 2011: 53-64