Senin, 24 April 2017

Tugas 2 Softskill Etika Bisnis

Nama   : Annisa Rizkita
NPM   : 11214402
Kelas   : 3EA30

Carroll dan Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49) membagi tiga tingkatan manajemen dilihat dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan etika dalam bisnisnya.
1.    Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
Contoh kasus Immoral Manajemen




Sumber:
http://news.detik.com/berita/d-3319359/polisi-sita-1-truk-muatan-kayu-illegal-logging-di-pelalawan-riau


2.    Amoral Manajemen 
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu :
1.      Manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas.
2.      Tipe manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut :
Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena lawenforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.
Contoh kasus Amoral Manajemen



Sumber:

3.    Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (goldenrule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.
Contoh kasus Moral Manajemen




Sumber:

4.    Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum
Dalam sumber – sumber nilai etika yang menjadi acuan dalam melaksanakan etika dalam bisnis adalah :
·      Agama
Bermula dari buku Max Weber The ProtestantEthicand Spirit of Capitalism (1904-5) menjadi tegak awal keyakinan orang adanya hubungan erat antara ajaran agama dan etika kerja, atau anatara penerapan ajaran agama dengan pembangunan ekonomi.
Etika sebagai ajaran baik-buruk, salah-benar, atau ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama. Itulah sebabnya banyak ajaran dan paham dalam ekonomi Barat menunjuk pada kitab Injil (Bibble), dan etika ekonomi yahudi banyak menunjuk pada Taurat. Demikian pula etika ekonomi Islam termuat dalam lebih dari seperlima ayat-ayat yang muat dalam Al-Qur’an.
Prinsip-prinsip nilai-nilai dasar etika yang ada dalam ketiga agama Nabi Ibrahim ini yaitu :
1.      Keadilan : Kejujuran mempergunakan kekuatan untuk menjaga kebenaran.
2.      Saling menghormati : Cinta dan perhatian terhadap orang lain
3.      Pelayanan : Manusia hanya pelayan, pengawa, sumber-sumber alam
4.      Kejujuran : Kejujuran dan sikap dapat dipercaya dalam semua hubungan manusia, dan integritas yang kuat.
Etika bisnis menurut ajaran Islam digali langsung dari Al Quran dan Hadits Nabi. Dalam ajaran Islam, etika bisnis dalam Islam menekakan pada empat hal Yaitu : Kesatuan (Unity), Keseimbangan (Equilibrium), Kebebasan (FreeWill) dan tanggung jawab (Responsibility). Etika bisnis Islam menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran dan keadilan, sedangkan antara pemilik perusahaan dan karyawan berkembangan semangat kekeluargaan (brotherhood). Misalnya dalam perusahaan yang islami gaji karyawan dapat diturunkan jika perusahaan benar-benar merugi dan karyawan juga mendapat bonus jika keuntungan perusahaan meningkat. Buruh muda yang masing tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah, sedangkan yang sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi disbanding rekan-rekannya yang muda.
·      Filosofi
Salah satu sumber nilai-nilai etika yang juga menjadi acuan dalam pengambilan keputusan oleh manusaia adalah ajaran-ajaran Filosofi. Ajaran filosofi tersebut bersumber dari ajaran-ajaran yang diwariskan dari ajaran-ajaran yang sudah diajarkan dan berkembang lebih dari 2000 tahun yang lalu. Ajaran ini sangat komplek yang menjadi tradisi klasik yang bersumber dari berbagai pemikiran para fisuf-filsuf saat ini. Ajaran ini terus berkembanga dari tahun ke tahun
Di Negara barat, ajaran filosofi yang paling berkembang dimulai ketika zaman Yunani kuno pada abd ke 7 diantaranyaSocrates (470 Sm-399 SM) Socrate percaya bahwa manusia ada untu suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya sebagai seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan kepandaian pemikirannya. Socretes percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur, dan bahwa kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Pepatah yang terkenal mengatakan. : “Kenalilah dirimu” dia yang memperkanalkan ide-ide bahwa hukum moral lebih inggi daripada hukum manusia.
·      Budaya
Setiap transisi budaya antara satu generasi ke generasi berikutnya mewujudkan nilai-nilai, aturan baru serta standar-standar yang kemudian akan diterima dalam komunitas tersebut, selanjutnya akan terwujud dalam perilaku. Artinya orang akan mencoba mendekatkan dirinya atau beradaptasi dengan perkembangan nilai-nilai yang ada dalam komunitas tersebut, dimana nilai-nilai itu tidak lain adalah budaya yang hadir karna adanya budaya pengetahuan manusia dalam upayanya untuk menginterpentasikan lingkungannya sehingga bisa hidup.
·      Hukum
Hukum adalah perangkat aturan – aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Hukum menentukan ekspektasi – ekspektasi etika yang diharapkan dalam komunitas dan mencoba mengatur serta mendorong pada perbaikan masalah – masalah yang dipandang buruk atau tidak baik dalam komunitas. Sebenarnya bila kita berharap bahwa dengan hokum dapat mengantisipasi semua tindakan pelanggaran sudah pasti ini menjadi suatu yang mustahil. Karena biasanya hukum dibuat setelah pelanggaran yang terjadi dalam komunitas.
Pada umumnya para pebisnis akan lebih banyak menggunakan perangkat hukum sebagai cermin etika mereka dalam melaksanakan aktivitasnya. Karena hukum dipandang suatu perangkat yang memiliki bentuk hukuman/punishment yang paling jelas dibandingkan sumber-sumber etika yang lain, yang cenderung lebih pada hukuman yang sifatnya abstrak, seperti mendapat malu, dosa dan lain-lain. Hal ini sah-sah saja, tetapi ini akan sangat berbahaya bagi kelangsungan bisnis itu sendiri. Boatright (2003) menyebutkan ada beberapa alasan yang bias menjelaskan hal ini yaitu :
1.      Hukum tidaklah cukup untuk mengatur semua aspek aktivitas dalam bisnis, sebab tidak semua yang tak bermoral adalah tidak legal. Beberapa etika dalam bisnis konsen pada hubungan interpersonal kerja dan hubungan dengan para pesaing, yang sangat sulit diatur melalui undang-undang. Contohnya adalah kasus persaingan para industri mie instan seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya.
2.      Karena hukum selalu dibuat setelah pelanggaran terjadi, sehinga kita bias menyebut bahwa hukum selalun lambat dikembangkan dibandingkan segala masalah-masalah etika yang timbul. Sisi lainnya adalah biasanya untuk membuat suatu undang-undang atau aturan hukum akan membutuhkan waktu panjang juga. Undang-undang tidak bisa dibuat begitu saja ketika ada pelanggaran yang terjadi, tetapi akan melalui banyak tahap apalagi harus melalui proses juridis, dan terkadang banyak pertimbangan-pertimbangan ketika pembuatan undang-undang tersebut. Akhirnya banyak nilai-nilai yang ingin ditegakkan dalam pembuatan undang-undang tersebut bisa melenceng dari tujuan utamanya. Sebagai contoh adalah undang-undang tentang hak cipta terjadi diindonesia. Sudah berpuluh tahun lamanya pelanggaran hak cipta terjadi diindonesia, tetapi undang-undangnya baru berbentuk pada tahun 2002 kemarin. Begitu juga dengan kasus ponografi terjadi diindonesia, hingga saat ini pun belum juga ditemui kesepakatan bagaimana bentuk undang-undang ponografi itu sebenarnya diindonesia.
3.      Terkadang hukum atau undang-undang itu sendiri selalu menerapkan konsep-konsep moral yang tidak mudah untuk didefinisikan sehingga menjadi sangat sulit pada suatu ketika untuk memahami undang-undang tanpa mempertimbangkan masalah-masalah moral.
4.      Hukum sering tidak pasti. Walaupun suatu kejadian atau aktivitas dianggap legal, serta hukum/undang-undang haruslah diputuskan melalui pengadilan, dan dalam membuat keputusan, pengadilan selalu mengacu pada pertimbangan-pertimbangan moral. Banyak orang juga berfikir bahwa selama tindakannya tidak melanggar hukum adalah suatu yang benar walaupun apa yang dilakukannya bisa dianggap tiadak bermoral.
5.      Hukum kadang tidak bisa diandalkan, apalagi jika bisnis itu berada pada suatu wilayah atau dari daerah yang tingkat penegakan hukumnya sangat rendah. Contohnya, pada masa orde baru, pembentukan peraturan dan undang-undang cenderung bergantung pada penguasa, sehingga undang-undang atau aturan saat itu cenderung untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu yang dianggap memiliki hubungan erat denagn pemerintah pada saat itu orang-orang yang menjadi kroni-kroni penguasa bisa menjadi orang yang kebal hukum dan tidak bisa dijerat dan dijatuhi hukuman. 
Contoh kasus Agama, filosofi, budaya dan hukum




Sumber:

5.    Leadership
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi … (House et. Al., 1999 : 184). Menurut Handoko (2000 : 294) definisi atau pengertian kepemimpinan telah didefiinisikan dengan berbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula. Menurut Stoner, kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Ada tiga implikasi penting dari definisi tersebut, antara lain: Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain – bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpinan, para anggota kelompok membantu menentukan status/kedudukan pemimpin dan membuat proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa bawahan, semua kualitas kepemimpinan seorang manajer akan menjadi tidak relevan. Kedua, kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang di antara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan-kegiatan pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga melalui sejumlah cara secara tidak langsung. Ketiga, pemimpin mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan tetapi juga dapat memepengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya.
Contoh kasus Leadership





Sumber:
http://regional.kompas.com/read/2016/10/14/13000091/memimpin.di.era.milenial.digital


6.    Strategi dan Perfomasi
·      Strategi
Istilah strategi berasal dari bahasa Yunani strategia yang diartikan sebagai “theartofthegeneral” atau seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan. Karl vonClausewitz (1780-1831) berpendapat bahwa pengertian strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan. Dalam abad modern ini, penggunaan istilah strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau seni seorang panglima dalam peperangan, tetapi sudah digunakan secara luas hampir dalam semua bidang ilmu. Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapat kemenangan atau pencapaian tujuan.
·      Performansi
Performansi adalah cacatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. (Bernandin&Russell). Sedangkan yang dimaksud dengan penilaian performansi adalah suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada organisasinya. (Kae E. Chung& Leon C. Megginson).
Contoh kasus Strategi dan Perfomasi






Sumber:


7.    Karakter individu
Menurut James (2004 : 87) “karakteristik individu adalah minat, sikap dan kebutuhan yang dibawa seseorang didalam situasi kerja.” Minat adalah sikap yang membuat seseorang senang akan obyek kecenderungan atau ide-ide tertentu. Hal ini diikuti dengan perasaan senang dan kecenderungan untuk mencari obyek yang disenangi itu. Minat mempunyai kontribusi terbesar dalam pencapaian tujuan perusahaan, betapapun sempurnanya rencana organisasi dan pengawasan serta penelitiannya. Bila karyawan tidak dapat menjalankan tugasnya dengan minat gembira maka suatu perusahaan tidak akan mencapai hasil yang semestinya dapat dicapai.
Terkait mengenai kepuasan kerja menurut Okpara (2006:26) kepuasan kerja yang didapatkan setiap karyawan tidak sama karena kriteria mereka terhadap  kepuasan kerja berbeda-beda. Hal ini berhubungan dengan masing-masing individu karyawan yang meliputu hal umur, jenis kelamin, status kawin dan masa kerja.
Karakteristik individu menurut Ratih Hurriyati (2005:79) merupakan suatu proses psikologi yang mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang dan jasa serta pengalaman karakteristik individu merupakan faktor internal (interpersonal) yang menggerakkan dan mempengaruhi perilaku individu.
Contoh kasus Karakter Individu







Sumber:

8.    Budaya Organisasi
Menurut Mangkunegara, (2005:113), budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Budaya organisasi juga berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.
Contoh kasus Budaya Organisasi




Sumber:

Daftar Pustaka: